Daerah  

Pacu Jalur Kuansing Mendunia, Panitia Berbenah Sambut Ribuan Penonton di Agustus Mendatang

Peserta pacu jalur unjuk kebolehan dengan penampilan terbaik.
Peserta pacu jalur unjuk kebolehan dengan penampilan terbaik.

KUANSING-Menjelang pelaksanaan pacu jalur tingkat nasional di Tepian Narosa, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, 20–24 Agustus 2025, panitia mulai intensif melakukan berbagai persiapan.

Ketua Umum Pacu Jalur Kuansing 2025, Werry Ramadhana Putera menyebut, koordinasi antarbidang terus ditingkatkan, terutama untuk penataan gelanggang dan penyusunan acara pembukaan.

“Arena Tepian Narosa akan segera ditata karena terjadi pendangkalan. Sementara untuk acara pembukaan, kesenian tradisional mulai kami siapkan,” ujarnya, Senin (7/7/2025).

Panitia juga menggandeng aparat keamanan guna menjamin kelancaran dan kenyamanan penonton, baik dari lokal maupun luar negeri.

Werry yang juga Sekretaris Umum LAMR Kuansing menyebut sejumlah kendala. Infrastruktur arena dinilai belum memadai, terutama tribun tangga batu yang sudah tidak mampu menampung lonjakan penonton.

“Penataan sungai adalah wewenang pusat melalui Balai Wilayah Sungai, jadi pemda punya keterbatasan,” jelasnya yang dikutip dari riau.go.id.

Masalah lain yang jadi fokus pembenahan adalah area parkir, tempat berdagang dan fasilitas MCK untuk pengunjung.

Baca Juga  Nestapa di Dusun IV Desa Sungai Besar, Mau Melahirkan Jauh, Fasilitas Kesehatan Tak Memadai

Pacu Jalur Kuansing kini mendunia, salah satunya karena aksi anak-anak penari di ujung jalur yang viral di media sosial lewat tren “aura farming”.
Pacu jalur di Kuansing memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Berawal pada abad ke-17, jalur merupakan alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan, yang terletak di sepanjang Sungai Kuantan.

Pada awalnya, jalur digunakan sebagai sarana transportasi menyusuri sungai Batang Kuantan dari Hulu Kuantan hingga ke Cerenti di bagian hilir sungai Kuantan. Namun, seiring perkembangannya, perahu transportasi berbentuk memanjang ini sengaja dihias dengan unsur budaya setempat, seperti ukiran kepala ular dan buaya.

Pada masa penjajahan Belanda, pacu jalur digunakan sebagai pemeriah untuk memperingati hari lahir Wilhelmina (Ratu Belanda) yang jatuh pada tanggal 31 Agustus setiap tahunnya. Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, festival ini semakin berkembang dan digunakan untuk merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Baca Juga  Keluarga Besar Kemenag Buteng Berbagi Ratusan Takjil ke Pengguna Jalan

Kini, pacu jalur merupakan pesta rakyat yang sangat meriah dan merupakan warisan budaya yang mendunia. Festival ini diadakan setiap tahun di sungai Batang Kuantan dan menarik perhatian masyarakat dari seluruh Indonesia dan mancanegara. (*)

Baca berita lainnya di Google News




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *