Daerah  

Sejumlah Sekolah di Payakumbuh Disebut-sebut Lakukan Pungli, Sejak Kapan Kata Pungli Mulai Dikenal?

Ilustrasi pungutan liar.
Ilustrasi pungutan liar.

PAYAKUMBUHLagi heboh di Payakumbuh tentang pungli. Sasaran tembak adalah pihak sekolah. Dugaan pungli muncul gara-gara penjualan LKS. Lalu, sejak kapan kata pungli mulai dikenal?

Pungli merupakan praktik pungutan liar yang tidak resmi dan tidak memiliki dasar hukum. Praktik ini sudah ada sejak masa penjajahan dan bahkan sebelum itu.

Istilah pungli mulai dikenal luas pada 1977, ketika Kaskopkamtib melancarkan Operasi Tertib (OPSTIB). Operasi ini bertujuan untuk membersihkan pungli dan penertiban uang siluman.

Komisi C DPRD Payakumbuh kunjungan kerja ke kantor Dinas Pendidikan di komplek perkantoran Padang Kaduduak, Kecamatan Payakumbuh Utara, Senin (20/1/2025).

Fokus utama kunjungan ini adalah membahas dugaan pungutan liar (pungli) melalui praktik penjualan lembar kerja siswa (LKS) yang dilakukan oleh sejumlah sekolah dasar dan menengah pertama.

Apa itu pungli?

Istilah pungli sangatlah familiar di telinga masyarakat Indonesia. Pungli juga dapat terjadi di mana saja, baik itu di jalanan, hingga di dalam perusahaan atau di sebuah instansi dan birokrat pemerintah. Tindakan ini juga merupakan tindakan yang tercela.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pungli juga merupakan akronim ataupun singkatan dari kata pungutan liar yang berarti tindakan meminta sesuatu berupa uang dan lain sebagainya kepada seseorang, lembaga ataupun perusahaan tanpa menuruti peraturan yang lazim. Hal ini umumnya disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan ataupun korupsi.

Pungutan liar sebagai salah satu perbuatan buruk yang sering dilakukan oleh seseorang, seperti di antaranya pegawai negeri ataupun pejabat negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tak sesuai peraturan terkait pembayaran tersebut.

Baca Juga  Jelang Pilkada, Relawan Zulmaeta Ambil Formulir di Partai Demokrat Payakumbuh

LKS merupakan produk. Ada barang yang dijual ke siswa, apakah ini juga termasuk pungli? Wilayah abu-abu memang. Apalagi kalau pihak sekolah tak mengambil keuntungan, maka defenisi pungli tentunya tak tepat.

Perlu diusut

Anggota Komisi C dari Fraksi Golkar, Dahler dengan tegas meminta agar dugaan pungli ini diusut tuntas.

Ia menegaskan pentingnya menyerahkan kasus ini ke aparat hukum apabila ditemukan unsur pelanggaran pidana.

“Menurut saya, jika praktik ini memenuhi unsur pungli, sebaiknya langsung dilaporkan ke Satreskrim Unit Tipikor Polres Payakumbuh. Perbuatan ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mengecewakan masyarakat yang sudah memberikan kepercayaan kepada dunia pendidikan,” ujar Dahler.

Dahler menekankan perlunya pengawasan lebih ketat dari Dinas Pendidikan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

“Sebagai mitra kerja, kami meminta Dinas Pendidikan untuk memastikan kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Pendidikan kita harus bersih dari praktik-praktik seperti ini,” tegasnya.

Menurut laporan Dinas Pendidikan Payakumbuh, terdapat sekitar 47 SD dan SMP yang diduga terlibat dalam praktik penjualan LKS, langsung tanpa ada kordinasi dan izin dari Dinas Pendidikan.

Dia meminta Inspektorat untuk turun langsung memeriksa hal tersebut. Hal ini memperkuat kekhawatiran DPRD tentang praktik ini sudah meluas dan membutuhkan penanganan serius.

Bukan pungli

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Payakumbuh, Dasril, memberikan klarifikasi.

Ia membantah praktik tersebut dapat langsung dikategorikan sebagai pungli, namun mengakui adanya kekurangan koordinasi antara sekolah dan dinas.

“Sebenarnya ini bukan pungli. Masalahnya, buku untuk kurikulum baru belum terbit, dan sekolah mencoba mengatasinya dengan menjual LKS. Namun, sayangnya, mereka tidak berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, sehingga terkesan seperti pungli,” jelas Dasril.

Baca Juga  Manasik Haji Berakhir, Ini Pesan Bupati Asahan

Dasril memastikan pihaknya akan menertibkan sekolah-sekolah yang terlibat dan meminta mereka menghentikan penjualan LKS.

“Kami sudah menegaskan kepada seluruh sekolah agar menghentikan praktik ini. Dinas Pendidikan juga akan lebih memperketat pengawasan agar hal seperti ini tidak terjadi lagi,” tambahnya.

Ketua Komisi C DPRD, Fitra Yanto menegaskan, tegas diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa.

“Sehingga tidak ada lagi alasan untuk membebani orang tua siswa,” kata Fitra.

Sejumlah wali murid juga berharap pemerintah mengambil langkah nyata untuk menghentikan praktik ini.

“Kami sangat terbebani dengan kewajiban membeli LKS. Semoga langkah tegas benar-benar dilakukan agar ini tidak terjadi lagi,” ujar salah seorang wali murid.

Dengan temuan ini, DPRD dan Dinas Pendidikan diharapkan dapat segera mengambil tindakan konkret untuk memperbaiki sistem pendidikan di Payakumbuh, khususnya dalam hal transparansi dan pengawasan terhadap sekolah-sekolah. (*)

Baca berita lainnya di Google News




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *