opini  

Konflik Agraria di Tengah Proyek Strategis Nasional, Jangan Buat Masyarakat Tersiksa di Tanah Ulayat

Ilustrasi sengketa lahan. (betahita)
Ilustrasi sengketa lahan. (betahita)

PASAMAN BARAT-Dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan luput dari yang namanya konflik, sebab berbeda orang akan berbeda kepentingan serta berbeda juga cara pemikiran, sehingga dari perbedaan itulah akan terjadi sedikit konflik antar sesama.

Dapat dicontohkan saja konflik yang sempat memanas pada beberapa waktu yang lewat, konflik yang melibatkan aparat pemerintah dengan masyarakat setempat. Konflik tersebut memuncak ketika pemerintah dinilai mengklaim secara sepihak terhadap tanah pusaka yang dikelola oleh masyarakat Air Bangis, Pasaman Barat.

Masyarakat Air Bangis yang menggantungkan nasib dan juga nafkah mereka dari hasil perkebunan yang telah mereka kelola puluhan tahun lamanya, lalu dengan tiba-tiba pemerintah mengklai jika tanah tersebut adalah kawasan industri dari pemerintah, maka secara spontan masyarakat akan mempertahankan hak mereka yang mereka rasa milik mereka, sehingga cekcok dan demo pun tidak terelakkan lagi.

Masyarakat Air Bangis melakukan demonstrasi secara besar-besaran di depan kantor gubernur Sumatera Barat untuk menuntut hak mereka kembali dan membatalkan proyek strategis nasional (PSN) yang diusulkan pemerintah tersebut.

Baca Juga  5.036 Mahasiswa Unand KKN, Gubernur Minta Bantu Penanganan Stunting di Daerah

Pemerintah mengambil alih tanah yang mereka bilang adalah tanah ulayat yang sudah mereka kelola puluhan tahun lamanya untuk dijadikan proyek stategis nasional dengan membangun kilang minyak, petnokimia, pesawat terbang dan lain-lain.

Masyarakat yang merasa dirugikan atas keputusan pemerintah tersebut sehingga melakukan aksi sosial dengan melawan aparat yang hendak mengamankan lokasi tersebut, sehingga konflik antara msyarakat dengan aparat tidak dapat di hindari, sehingga aparat kepolisian mengambil tindakan tegas kepada orang yang dianggap provokator untuk diamankan terlebih dahulu.

Sehingga dapat disimpulkan kesalahan dari pihak pemerintah adalah pemerintah langsung mengambil atau mengklaim langsung secara sepihak mengenai status tanah yang sedang digunakan oleh masyarakat tersebut tanpa ada penjelasan yang mendetail terlebih dahulu, atau pemerintah baru mengklaim bahwa tanah tersebut termasuk kawasan hutan pemerintah setelah masyarakat menjadikan tanah itu senagai sumber nafkah mereka.

Baca Juga  Menyingkap Peran Birokrasi Politik dalam Pembentukan Kebijakan Publik

Begitu juga dengan pihak masyarakatnya, ketika masyarakat diminta untuk menunjukkan bukti ke legallan sebuah kepemilikan tanah tersebut, masyarakat tidak mampu menunjukkannya sebab tanah tersebut tidak memiliki surat yag sah yang mengatakan, tanah tersebut milik masyarakat setempat atau milik beberapa kaum. Hingga sampai saat ini konflik ini masih belum menemukan titik terang dari permasalahan ini, baik solusi dari pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri. (Fahmega Elia, Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas)

Baca berita lainnya di Google News




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *