PADANG-Dalam masa liburan lebaran, warga rela macet berjam-jam demi ke Bukittinggi. Tiap tahun macet terjadi di ruas Padang-Bukittinggi maupun Pekanbaru-Bukittinggi.
Ada rasa lega ketika sampai di Bukittinggi. Hilang lelah selama perjalanan setelah menikmati sejuknya hawa di kota itu.
Ketika di Bukittinggi, warga akan berkunjung Benteng de Kock dan berfoto di sana. Bentung itu berdiri pada 1825 yang dibangun oleh Kapten Johan Heinrich Conrad Bauer yang sekaligus memimpin pasukan tentara Hindia Belanda ke wilayah pedalaman Sumatera Barat.
Nama “de Kock” diambil dari Komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu yang bernama Hendrik Merkus Baron de Kock. Dari situlah lahirlah nama Benteng de Kock yang kita kenal saat ini.
“De Kock” bukanlah nama satu-satunya yang menjadi benteng di Sumatera Barat. Nama daerah Bukittinggi pun dulu dikenal dengan nama Fort de Kock yang menjadi salah satu pusat pemerintahan Belanda di Sumatera.
Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek ini tak semata-mata hanya menjadi bangunan biasa. Pasalnya, Benteng de Kock juga menjadi saksi bisu peperangan antar kaum adat di Minangkabau yang bernama Perang Padri.
Peperangan yang berlangsung sejak 1803 hingga 1837 ini menjadi tempat berlindung tentara Belanda dari gempuran masyarakat Minangkabau.
Bukittinggi memiliki daya magnet yang luar biasa. Kemacetan menjadi bumbu pemanis dalam perjalanan yang menjadi bahan cerita ketika liburan telah berlalu. Bahkan, ada rasa bangga ketika macet hilang sembilan jam.
Hebat benar Bukittinggi. Apa pesona kota itu?
Bukittinggi punya sejumlah destinasi wisata ikonik. Ada jam gadang, ada ngarai, ada kebun binatang. Ada Lubang Japang. Ada pula wisata sejarah. Selain itu, Bukittinggi merupakan kota yang sejuk.
Yang tak kalah pentingnya, wisatawan kulineran sepuasnya di kota itu.
Bukittinggi punya los lambuang. Puluhan tempat makan tersedia di sana. Pengunjung bisa makan Nasi Kapau yang otentik. (*)