opini  

Demi Kebenaran, Saya Diancam: Rico Alviano, Labuan Bajo dan Skandal Pokir 1,5 Miliar

Hendra Idris
Hendra Idris

Oleh Hendra Idris

(Jurnalis di Sumbar)

Hidup saya menjadi tidak tenang sejak menerima ancaman lewat panggilan  WhatsApp dari Rico Alviano selaku anggota DPR RI Fraksi PKB daerah pemilihan  Sumatera Barat

Pengancaman itu terjadi saat saya melakukan tugas jurnalistik  untuk mengkonfirmasi sebuah informasi terkait dugaan kasus korupsi perjalanan studi tiru pelaku “UMKM Sumbar”  ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tanggal 3 Januari 2025.

Saya membuka Hp dan melihat ada lima panggilan tidak terjawab. Saya menduga kedatangan saya ke kantor Disperindag bocor kepada Rico Alviano. Rico Alviano bukan atasan saya tapi kenapa dia berani membentak dan memaki maki saya?

“Hai mau ungkit masalah Labuan Bajo silahkan! Ambo lah siap, cuma terima  resiko beko, ambo ndak main-main doh, hai tahu ambo nak! Ndak paralu banyak kecek jo ambo lai, kanciang hai mah,” ujar Rico Alviano memaki saya

Ancaman dari Rico Alviano sempat membuat saya berpikir ulang untuk membongkar dugaan korupsi labuan bajo. Saya pikir kejadian buruk bisa saja menimpa diri saya. Apalagi kasus ini bisa menyeret pejabat dan  “orang besar” yang bisa melakukan apa saja terhadap orang kecil seperti saya.

Mengancam.jurnalis dalam bertugas adalah perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam UU Pokok Pers Tahun  1999. Selain itu UU ITE Pasal 19 pengancaman lewat media elektronik juga merupakan perbuatan  pidana. Atas peristiwa tersebut  Rico Alviano saya  laporkan ke Polda Sumbar pada Jumat (16/5)

Dugaan korupsi  labuan bajo bukan soal berapa besar kecilnya jumlah kerugian keuangan negara namun bagaimana modus kejahatannya. Bagaimana fasilitas dan uang negara digunakan untuk kepentingan politik seseorang atas nama pokir sehingga merasa paling berkuasa dan mengintervensi proyek atau kegiatan di dinas terkait

Saya tidak menyangka, Rico Alviano orang yang turut saya antarkan ke senayan tega mengancam saya dengan kata kata kasar kepada saya. Bahkan melaporkan saya ke Bareskrim dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik karena pernyataan saya di media.

Baca Juga  Dugaan KKN di Balik Pokir Rico Alviano: Uang Saku Peserta Dipotong, Proyek Monopoli Terungkap

Sebagai jurnalis saya mendapat doktrin harus menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keadilan serta berpihak kepada kepentingan masyarakat. Sebagai jurnalis saya memahami resiko menyuarakan kebenaran. Sebagai jurnalis

Apalagi saya mengetahui adanya dugaan korupsi saat  perjalanan studi tiru rombongan yang berjumlah 100 orang tersebut ke labuan bajo yang berasal dari dana aspirasi Rico Alviano sewaktu menjabat anggota  DPRD Sumbar tahun 2024 dengan nilai anggaran sekitar Rp 1,5 milyar.

Sebagai jurnalis saya harus mengkonfirmasi dugaan tersebut dengan  mendatangi Dinas Perindag Sumbar selaku pengelola kegiatan.

Namun kedatangan saya ke kantor dinas tersebut tidak membuahkan hasil. Saya tidak mendapat informasi dari pejabat berwenang pada kegiatan tersebut. Kecurigaan saya semakin kuat sehingga saya mencoba mencari bukti bukti dan saksi lainnya untuk membongkar kasus ini.

Tiga Pejabat Disperindag bungkam ketika saya temui. Mereka mengatakan tidak berani memberikan data tanpa ijin dari kepala dinas. Padahal pertanyaan saya hanya dua. Apa nama perusahaan biro travel peserta  ke labuan bajo dan berapa pagu anggarannya. Mustahil mereka sebagai PPK dan KPA tidak bisa menjawab pertanyaan saya.

Saya tidak menanyakan Nomor Induk Berusaha (NIB) peserta. Karena saya sendiri sebagai peserta labuan bajo bukan pelaku usaha.

Saya salah satu peserta yang ikut ke labuan bajo. Saya sudah mengendus aroma dugaan KKN sehari sebelum keberangkatan. Saya bahkan protes pemotongan uang SPPD oleh Rika (Admin tim kampanye Rico Alviano)  saat tiba di Labuan Bajo.

Jika besaran sppd ke labuan bajo adalah Rp@ 420 ribu dikalikan 4 hari perjalanan maka, setiap peserta memperoleh haknya ko 0⁰⁰⁰ sebesar  Rp 1.680.000. Namun setelah dipotong langsung  peserta menerima  sebesar  Rp 900 ribu.

Menurut saya, pemotongan SPPD peserta Labuan Bajo sepihak dari biro travel dan tidak transparan. Tidak ada kesepakatan peserta terkait besaran jumlah potongan SPPD dan untuk apa saja penggunaannya.

Seharusnya Rico Alviano menambah uang saku peserta karena yang berangkat ke labuan bajo adalah timsesnya dia pada pemilu 2024. Tapi bukan menambah malah memotong dengan alasan perjalanan ke pulau Komodo tidak termasuk dalam Dipa. Jika perjalanan ke Pulau Komodo tidak termasuk dalam locus perjalanan maka seharusnya SPPD hari itu juga tidak boleh dibayarkan.

Baca Juga  Gen Z dengan Second Account: Benarkah Tanda-tanda Depresi?

Rasa takut berubah menjadi keberanian sehingga pada tanggal 11 April 2025 saya melaporkan kasus ini ke Kejati Sumbar. Pengaduan saya  lebih kepada rasa tanggung jawab moral saya sebagai jurnalis bahwa ketika saya mengetahui adanya dugaan kejahatan korupsi maka saya harus laporkan pada aparat penegak hukum.

Terkait dikatakan saya ingin menjadi Tenaga Ahli Rico Alviano selaku anggota DPR RI,  itu merupakan janji pak Rico Alviano sendiri  kepada saya sewaktu pertama kali mengajak saya bergabung menjadi timses Januari Tahun 2022.

Belakangan saya sadar itu hanya janji seorang politisi sewaktu kampanye. Mereka sangat gampang berjanji gampang pula mengingkari. Saya paham resiko terjun ke dunia politik tapi saya tidak menyangka akan menjadi korban janji politik.

Jangankan meminta posisi Tenaga Ahli bertanya saja saya tidak pernah. Kehidupan saya tidak tergantung pada seseorang tapi kepada hanya kepala Allah SWT saya berserah diri.

Pak Rico Alviano dalam keterangan persnya mengatakan kasus labuan bajo adalah posisi tawar saya untuk menjadi TA, Saya tegaskan, itu sama sekali tidak benar. Saya adalah saksi dan korban pemotongan uang SPPD ke Labuan Bajo.(Materi dan substansi dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi)

Baca berita lainnya di Google News




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *