PADANG-Tiap musim liburan panjang, selalu ada kemacetan parah di Sumatera Barat, terutama ruas Padang-Bukittinggi.
Pilihan atasi macet itu, aktifkan kembali jalur kereta api. Kendalanya, tak semua rel diaktifkan kembali. Sebab, rel itu dibangun pada zaman Belanda.
Pemerintah kolonial membangun rel untuk lokomotif yang bergigi. Sekarang ke mana mau dicari, lokomotif bergigi itu tak diproduksi lagi. Pabriknya yang di Swiss, entah masih ada atau tidak.
Alternatif kedua mengatasi macet itu adalah dengan jalan mempercepat proses pembangunan tol. Namun, ini juga bukan perkara mudah. Ada saja masalah.
Presiden Joko Widodo groundbreaking pembangunan tol Padang-Pekanbaru sejak lima tahun lalu. Hasilnya, lima tahun berlalu, pembangunan ruas Padang-Sicincin saja tak kelar-kelar.
Sumbar memang boleh menjadi yang pertama dalam groundbreaking, namun pembangunan tol di Riau malah melaju kencang. Sekarang, tahap demi tahap, tol Riau semakin mendekat ke Sumbar. Tol Riau yang menuju ke Sumbar adalah ruas Bangkinang ke Pangkalan.
Tol yang sudah rampung di Riau adalah ruas Pekanbaru-Dumai. Kemudian, ruas Pekanbaru-Bangkinang. Sementara di Sumbar, walau sudah lima tahun berjalan, ada saja masalah di lapangan.
Pembangunan Tol Padang-Sicincin progres fisiknya baru mencapai 60 persen dari total sepanjang 36,6 kilometer.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Sumbar, Rifda Suriani menyebut, pemerintah provinsi tengah berupaya maksimal agar proses pembangunan ini bisa rampung sesuai harapan.
Dia mengatakan, pemprov juga sudah mengalokasikan anggaran untuk membantu Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman menggunakan skema bantuan keuangan khusus (BKK). Guna pembiayaan ganti rugi lahan exit tol Tarok City.
“Bantuan itu diberikan berdasarkan permohonan yang sebelumnya telah diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman kepada pemprov,” ungkap Rifda di Padang, Sabtu (11/5/2024) yang dikutip dari keterangan pers Biro Adpim Setdaprov.
Kendati demikian, sejumlah dinamika masih saja terjadi di lapangan, seperti halnya dalam tahapan konsultasi publik kepada masyarakat pemilik lahan dalam rangka penetapan lokasi (penlok). Saat mereka diundang, beberapa pemilik lahan ada yang berhalangan hadir, sehingga perlu diundang kembali agar penlok di dua daerah tersebut selesai. (*)